Diantara kabar yang populer di dunia ini, salah satunya adalah tentang fenomena Teori Flat Earth (Bumi Datar). Hal ini tentunya mengundang kontroversi yang sangat menggelitik, sehingga hal ini banyak dibahas dibeberapa kesempatan, seperti saat saya melakukan sebuah presentasi tentang Ilmu Alamiah Dasar dalam pembahasan Teori Evolusi, tentu tidak nyambung, namun ada saja pertanyaan yang diajukan oleh peserta saat diskusi, “Apakah Bumi itu Datar Atau Bulat.?” dan “Apakah ada dalil dalam Al-Qur’an tentang Bumi Bulat atau Bumi Datar, dan mana dalilnya.”.
Tentu hal ini sangat menjengkelkan dan juga membosankan jika ditanyai tentang hal yang tidak ada hubungannya sedikitpun dengan apa yang telah kita sampaikan saat presentasi. Namun, itu tetap menjadi hal yang harus di sampaikan, karena pertanyaan dan kabar tentang Teori bumi datar atau Flat Earth Teory itu tentu bisa membingungkan Umat, dan terkhususnya di Negara Indonesia. Indonesia adalah Negara Islam terbesar di Dunia sehingga hal ini bisa menyebabkan lunturnya keharmonisan sesama muslim karena mempermasalahkan hal yang tidak menambah nilai Ibadah sama sekali karena bersitegang untuk meributkan hal-hal yang tidak diributkan oleh Ulama (tentang Bumi Bulat).
Islam adalah agama yang berdalil dan tak mungkin dalil tersebut (Al-Qur’an dan Hadits) lepas konteksnya dari perkembangan Jaman. Namun, apakah semua muslim memahami konteks dari dalil yang termaktub dalam Al-Qur’an.? Tentu tidak. Maka harus ada Ulama yang menjadi corong pemahaman (manhaj dan madhab) yang menafsirkan dan menjelaskan konteks agar umat tidak asal menafsirkan sehingga salah dalam memahami dalil atau nash dalam Al-Qur’an dan juga Hadits dalam mengambil suatu hukum dan memahami suatu kejadian.
Jika dilihat dari sejarah perkembangan tekonologi, NASA pada tahun 1958 mengungkapkan bahwa bumi itu Bulat. Ini menjadi propaganda sehingga tidak sedikit muslim yang mengatakan bahwa “kita sudah dibodoh bodohi oleh NASA bahwa bumi itu bulat dan padahal Bumi Itu Datar.” Dan ini tentu perkataan dengan simpul yang terburu-buru.
Jika dibandingkan dengan lambang suatu Ormas Islam terbesar di Indonesia, NU (Nahdlatul Ulama), tentu NU lebih dahulu menjadikan lambang Bumi Bulat sebagai lambang Organisasinya. Yaitu pada Tahun 1927 (Setahun setelah ormas ini di dirikan), maka Bumi Bulat itu dijadikan Lambang Ormas tersebut. Dan tidak ada satu pun tokoh atau Ulama yang menentang Lambang tersebut.
Pendapat Ulama Salaf Tentang Bentuk BumiMaka, mari kita lihat apa pendapat Ulama Salaf tentang bentuk dari bumi. Apakah Bumi itu Datar.? dan Apakah Bumi itu Bulat.?.
Al-Imam Fakhruddin Ar-Razi Rahimahumullah (865-925 M 251-313 H), di dalam Kitab tafsirnya, yaitu Kitab Tafsir Mafatih Al-Ghaib 21/491, beliau menuturkan bahwa :
اﻟﺒﺤﺚ اﻟﺜﺎﻧﻲ: ﺃﻧﻪ ﺛﺒﺖ ﺑﺎﻟﺪﻟﻴﻞ ﺃﻥ اﻷﺭﺽ ﻛﺮﺓ ﻭﺃﻥ اﻟﺴﻤﺎء ﻣﺤﻴﻄﺔ ﺑﻬﺎ، ﻭﻻ ﺷﻚ ﺃﻥ اﻟﺸﻤﺲ ﻓﻲ اﻟﻔﻠﻚ
Pembahasan kedua, berdasarkan dalil yang kuat bahwa bumi adalah bulat, langit meliputi bumi dan matahari berada di cakrawala (Tafsir Mafatih Al-Ghaib 21/491)
Pendapat tersebut pun adalah tafsir dari Ayat Al-Qur’an. Adapun salah satu dari ayat Al-Qur’an yang mennggambarkan benuk bumi adalah Al-Qur’an surat Az-Zumar ayat 5 :
...يُكَوِّرُ ٱلَّيۡلَ عَلَى ٱلنَّهَارِ وَيُكَوِّرُ ٱلنَّهَارَ عَلَى ٱلَّيۡلِۖ
“Allah menggulung malam ke dalam siang dan menggulung siang ke dalam malam.” { Qs. Az Zumar :5 }
Maka Imam Ibn Hazm Rahimahumullah Mengatakan dalam salah satu kitabnya Al-Fashl fil Milal wal Ahwa wan Nihal, menjelaskan tentang ayat tersebut, beliau pun mengatakan bahwa :
وَهَذَا أوضح بَيَان فِي تكوير بَعْضهَا على بعض مَأْخُوذ من كور الْعِمَامَة وَهُوَ إدارتها وَهَذَا نَص على تكوير الأَرْض ودوران الشَّمْس كَذَلِك
“Ayat ini adalah penjelasan yang paling terang bahwa siang dan malam digulung. Diambil dari kata yang semakna, yaitu: Menggulung sorban, artinya menggulung dengan cara diputar. Maka ini adalah nash yang menunjukkan bundarnya bumi dan berputarnya matahari juga demikian.” [Al-Fashl fil Milal wal Ahwa wan Nihal, 2/78]
Dalam keterangan dari dua Ulama tersebut, yang harus kita garis bawahi terlebih dahulu adalah tentang “menggulung malamke dalam siang” dan “menggulang siang kedalam malam” maka ini sebagai suatu nash tentang bentuk Bumi Bulat dan Juga berputar.
Ada pun pendapat Ulama Salaf tentang Bumi berbentuk Bulat, seperti yang dikatan oleh Syeikh Ibn Taimiyah Rahimahumullah dalam salah satu kitabnya Majmu Fatawa 25/195 dan juga yang dikatakan oleh Asy-Syaikh Hamud At-Tuwaijiri Rahimahumullah dalam Kitab Ash-Shawaa’iq Asy-Syadiidah ‘ala Atbaa’il Haitil Jadidah hal.39, maka dikatakanlah bahwa :
أجمعوا على أن الأرض بجميع أجزائها من البر والبحر مثل الكرة
“Ulama sepakat bahwa bumi dengan seluruh bagiannya, baik daratan maupun lautan, bentuknya seperti bola.” [Majmu’ Al-Fatawa, 25/195 karya Syaikh Ibn Taimiah R.hm dan Ash-Showaa’iq Asy-Syadiidah ‘ala Atbaa’il Haihatil Jadidah karya Asy-Syaikh Hamud At-Tuwaijiri R.hm, hal. 39]
Dan adapun pendapat tentang jumhur Ulama Salaf tentang Bumi Bulat, adalah apa yang pernah disampaikan Oleh Ibn Hazm rahimahumullah dalam Kitabnya Al-Fashl fil Milal wal Ahwa wan Nihal, 2/78, beliau pun menyatakan bahwa :
إِن أحدا من أَئِمَّة الْمُسلمين الْمُسْتَحقّين لاسم الْإِمَامَة بِالْعلمِ رَضِي الله عَنْهُم لم ينكروا تكوير الأَرْض وَلَا يحفظ لأحد مِنْهُم فِي دَفعه كلمة بل الْبَرَاهِين من الْقُرْآن وَالسّنة قد جَاءَت بتكويرها
“Sungguh tidak ada seorang pun ulama kaum muslimin yang boleh (berhak) menyandang gelar keimaman dalam ilmu agama -semoga Allah meridhoi mereka- yang mengingkari pendapat bundarnya bumi. Tidak dihapal satu kalimat pun dari para ulama tersebut yang menolaknya. Bahkan bukti-bukti dari Al-Qur’an dan As-Sunnah telah menerangkan bahwa bumi itu bulat.” [Al-Fashl fil Milal wal Ahwa wan Nihal, 2/78]
Dalam kutipan kitab tersebut, Imam Ibn Hazm Rahimahumullah menyatakan secara jelas bahwa tidak ada satu kalimat pun dari Ulama yang menolak tentang bundarnya bumi, dan tidak disandangkannya gelar keimaman seorang Ulama dalam Ilmu agama jika mengingkari pendapat bundar (bulatnya)nya bumi.
Semoga penjelasan dalam bentuk ringkasan dalam artikel ini menjadi sebuah kebaikan bagi kita semua. Ingat.! tidak lah harus kita menyalahkan pendapat Ulama lain (ulama kontemporer) hanya karena perbedaan pendapat tentang sesuatu yang tidak seharusnya diributkan oleh orang awam seperti kita.
Artikel ini tidak ditulis untuk menjatuhkan pendapat, apalagi untuk memecah belah umat atas sesuatu yang telah terjadi. Sesuatu yang tidak terlalu diributkan oleh Ulama jangan sampai diributkan berlebihan oleh orang awwam seperti kita. Maka tetap untuk selalu kita ingat bahwa, Ulama adalah Pewaris KeIlmuan Para Nabi.
Jazakallahu Khairan katsir.
Semoga Bermanfaat.
Referensi :
- Al-Qur’an dan Terjemahan Qs. Az Zumar :5
- Al-Imam Fakhruddin Ar-Razi Rahimahumullah, Tafsir Mafatih Al-Ghaib 21/491
- Imam Ibn Hazm Rahimahumullah, Al-Fashl fil Milal wal Ahwa wan Nihal, 2/78
- Syaikh Ibn Taimiah R.hm, Majmu’ Al-Fatawa, 25/195
- Asy-Syaikh Hamud At-Tuwaijiri R.hm , Ash-Showaa’iq Asy-Syadiidah ‘ala Atbaa’il Haihatil Jadidah karya, hal. 39
- Imam Ibn Hazm Rahimahumullah, Al-Fashl fil Milal wal Ahwa wan Nihal, 2/78
Keyword :