ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA ABDOMEN
Download Filenya Disini
Ingat, Makalah yang kami share hanya sebagai bentuk referensi saja. Silahkan cari referensi dari sumber lainnya.
I.
Anatomi Fisiologi
1.
Pengertian
Trauma
adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan cedera.
·
Trauma
abdomen adalah trauma yang telah terjadi pada daerah abdomen yang meliputi
daerah retroperitoneal, pelvis dan organ peritroneal.
·
Trauma
abdomen adalah cedera vicera abdominal yang disebabkan karena luka penetrative
atau trauma tumpul. Akibat dari trauma abdomen dapat berupa peforasi ataupun
perdarahan. Kematian pada trauma abdomen bisa terjadi akibat sepsis atau
perdarahan.
·
Trauma
abdomen didedinisikan sebagai trauma yang melibatkan daerah antara diafragma
atas dan panggul bawah ((Guilon,2011)
·
trauma
abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus serta
trauma yang disengaja atau tidak disengaja. (Smeltzer, 2001).
Jadi trauma abdomen adalah trauma
atau cedera pada abdomen yang menyebabkan perubahan fisiologis yang terletak
diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau tusuk.
Trauma
abdomen pada garis besarnya dibagi menjadi trauma tumpul dan trauma tajam. Keduanya
mempunyai biomekanika, dan klinis yang berbeda sehingga algoritma penanganannya
berbeda. Trauma abdomen akan menyebabkan laserasi organ tubuh sehingga
memerlukan tindakan dan perbaikan pada organ yang mengalami kerusakan.
Trauma
abdomen dibagi menjadi dua jenis :
a. Trauma penetrasi atau trauma tajam
: trauma tembak, trauma tusuk
b. Trauma non-penetrasi atau trauma tumpul
: diklasifikasikan ke dalam 3 mekanisme utama, yaitu tenaga kompresi
(hantaman), tenaga deselerasi dan akselerasi. Tenaga kompresi (compression or
concussive forces) dapat berupa hantaman langsung atau kompresi ekstrenal
terhadap objek yang terfiksasi. Misalnya hancur akibat kecelakaan, atau sabuk
pengaman yang salah (seat belt injuri).
Hal yang sering terjadi adalah hantaman, efeknya dapat menyebabkan sobek dan
hematom subkapsula pada organ padat visera. Hantaman juga dapat menyebabkan
peningkatan tekanan intra lumen pada organ berongga dan menyebabkan ruptur. pengeluaran darah banyak
dapat berlangsung di dalam kavum abdomen tanpa atau dengan adanya tanda-tanda
yang dapat diamati oleh pemeriksa, dan akhir-khir ini kegagalan dalam mengalami
perdarahan intra abdominal
adalah penyebab utama kematian dini pasca trauma. Selain itu sebagian besar
cedera pada kavum abdomen bersifat operatif dan perlu tindakan segera dalam
menegakkan diagnosis dan mengirim pasien ke ruangan operasi.
1. Trauma tajam
Trauma
tajam abdomen adalah luka pada permukaan tubuh dengan penetrasi ke dalam rongga
peritoneum yang disebabkan oleh tusukan benda tajam. Trauma akibat benda tajam
dikenal dalam tiga bentuk luka yaitu : luka iris atau luka sayat (vulnus
scissum), luka tusuk (vulnus punctum) atau luka bacok (vulnus caesum).
Luka
tusuk maupun luka tembak akan mengakibatkan kerusakan jaringan karena laserasi
atau pun terpotong. Luka tembak dengan kecepatan tinggi akan menyebabkan transfer
energi kinetik yang lebih besar
terhadap organ viscera, dengan adanya efek tambahan berupa temporari cavitation, dan bisa
pecah menjadi frakmen yang mengakibatkan kerusakan lainnya. Kerusakan dapat
berupa perdarahan bila mngenai pembuluh darah atau organ yang padat. Bila
mengenai organ yang berongga, isinya akan keluar kedalam rongga perut dan
menimbulkan iritasi pada peritoneum.
2. Trauma tumpul
Trauma
tumpul kadang tidak menimbulkan kelainan yang jelas pada permukaan tubuh,
tetapi dapat mengakibatkan cedera berupa kerusakan daerah organ sekitar, patah
tulang iga, cedera perlambatan (deselerasi), cedera kompresi, peningkatan
mendadak tekanan darah, pecahnya viskus berongga, kontusi atau laserasi
jaringan maupun organ dibawahnya.
Mekanisme terjadinya trauma pada
trauma tumpul disebabkan adanya deselerasi cepat dan adanya organ-organ yang
tidak mempunyai kelenturan (non complient organ) seperti hati, lien, pankreas,
dan ginjal. Secara umum mekanisme terjadinya trauma tumpul abdomen yaitu:
1)
Saat pengurangan kecepatan menyebabkan perbedaan gerak di antara struktur.
Akibatnya, terjadi tenaga potong dan menyebabkan robeknya organ berongga, organ
padat, organ visceral dan pembuluh darah, khususnya pada bagian distal organ
yang terkena. Contoh pada aorta distal yang mengenai tulang torakal
mengakibatkan gaya potong pada aorta dapat menyebabkan ruptur. Situasi yang
sama dapat terjadi pada pembuluh darah ginjal dan pada cervicothoracic
junction.
2)
Isi intra abdominal hancur diantara dinding abdomen anterior dancolumna
vertebra atau tulang toraks posterior. Hal ini dapat menyebabkan ruptur,
biasanya terjadi pada organ-organ padat seperti lien, hati, dan ginjal.
3) Gaya kompresi eksternal yang menyebabkan
peningkatan tekanan intra-abdomen yang tiba-tiba dan mencapai puncaknya
biasanya menyebabkan ruptur organ berongga. Berat ringannya perforasi
tergantung dari gaya dan luas permukaan organ yang terkena cedera.
Tipe
cedera berdasarkan organ yang terkena yaitu :
a. Pada organ padat seperti hepar, limpa,
dengan gejala utama perdarahan
b. Pada organ berongga seperti usus,
saluran empedu dangan gejala utama peritoritis.
2.
Anatomi
Abdomen
Abdomen merupakan bagian tubuh yang
terletak di antara toraks dan pelvis.rongga abdomen yang sebenarnya dipisahkan
dari rongga toraks di sebelah atas oleh diafragma dan dari rongga pelvis di
sebelah bawah oleh suatu bidang miring yang disebut pintu atas panggul. Dapat
dikatakan bahwa pelvis termasuk bagian dari abdomen dan rongga abdomen meliputi
juga ronggapelvis. Rongga abdomen meluas ke atas sampai mencapai rongga toraks
setinggi sela iga kelima. Jadi sebagian rongga abdomen terletak atau di
lindungi oleh dinding toraks. Sebagian dari hepar, gaster dan lien terdapat di
dalamnya.
Rongga abdomen atau cavitas
abdominis berisi sebagian besar organ system digestivus, sebagian organ
urinarium, system genitalia, lien, glandula suprarenalis, dan pleksus nervorum.
Juga berisi peritoneum yang merupakan membrane serosa dari system digestifus.
Kadang-kadang ada organ genitalia terdapat didalam rongga abdomen, misalnya
uterus yang membesar.
Untuk menentukan lokalisasi yang
lebih teliti dari rasa nyeri, pembengkakan atau lekat suatu organ, maka abdomen
dibagi menjadi Sembilan region oleh dua bidang horizontal yaitu bidang
subcostalis dan bidang transtubercularis serta dua bidang vertical yang melalui
linea midklavikularis kanan dan kiri. Daerah-daerah itu adalah :
1. Hypocondrium dextra
2. Epigastrium
3. Hypocondrium sinistra
4. Lateralis dextra
5. Umbulicalis
6. Lateralis sinistra
7. Inguinalis dextra
8. Pubica
9. Inguinalis sinistra
Proyeksi letak organ
abdomen yaitu :
1. Hypocondriaca dextra meliputi organ :
lobus kanan hepar, kantung empedu, sebagian duodenum fleksura hepatic kolon,
sebagian ginjal kanan dan kelenjar suprarenal kanan.
2. Epigastrica meliputi organ : pylorus
gaster, duodenum, pancreas dan sebagian hepar
3. Hypocondriaca sinistra meliputi organ :
gaster, lien, bagian kaudal pancreas, fleksura lienalis kolon, bagian proksimal
ginjal kiri dan kelenjar suprarenal kiri
4. Lateralis dextra meliputi organ : kolon
ascenden, bagian distal ginjal kanan, sebagian duodenum dan jejenum.
5. Umbilicalis meliputi organ : omentum,
mesenterium, bagian bawah duodenum, jejenum dan ileum.
6. Lateralis sinistra meliputi organ :
kolon ascenden, bagian distal ginjal kiri, sebagian jejenum dan ileum.
7. Inguinalis dextra meliputi organ :
sekum, apendixs, bagian distal ileum dan ureter kanan.
8. Pubica meliputi organ : ileum, vesica
urinaria dan uterus (pada kehamilan).
9. Inguinalis sinistra meliputi organ :
kolon sigmoid, ureter kiri dan ovarium kiri.
Anatomi
dalam dari abdomen meliputi 3 regio :
1. Rongga peritoneal dibagi menjadi dua
bagian, yaitu :
a. Rongga peritoneal atas
Rongga peritoneal atas
dilindungi oleh bagian bawah dari dindinh toraks yang mencakup diagfragma,
hepar, liean, gaster dan colon transfersum. Bagian ini juga disebut sebgai
komponen thorakcoabdominal dari abdomen. Pada saat diagfragma naik sampai sela
iga IV pada waktu ekspirasi penuh. Setiap terjadi fraktur iga maupun luka
tembus di bawahgaris intermmamalia bisa mencederai organ dalam abdomen.
b. Rongga peritoneal bawah
Rongga peritoneal bawah
berisikan usus halus, bagian colon ascendens, colon sigmoid, dan pada wanita
organ reproduksi internal.
2. Rongga pelvis
Rongga pelvis yang
dilindungi oleh tulang-tulang pelvis, sebenarnya merupakan bagian bawah dari
rongga intraperitoneal, sekaligus bagian bawah dari rongga retroperitoneal. Di
dalamnya terdapat rectum, vesica urinaria, pembuluh-pembuluh iliaca, dan pada
wanita organ reproduksi internal. Sebagaimana halnya bagian torakoabdominal,
pemeriksaan organ-organ pelvis terhalang oleh bagian-bagian tulang di atasnya.
3. Rongga retroperitoneal
Rongga
yang potensial ini adalah rongga yang berada di belakang dinding peritoneum
yang melapisi abdomen. Di dalamnya terdapat aorta abdominalis, vena cava
inferiol, sebagian besar dari duodenum, panckreas, ginjal dan ureter, serta
sebgaian posterior dari colon ascenden dan colon descenden dan bagian rongga
pelvis yang retroperitoneal. Cedera pada organ dalam retroperitoneal sulit
dikenali karena daerah ini jauh dari jangkauan pemeriksaan fisik yang biasa,
dan juga cedera disini pada awalnya tidak akan memperlihatkan tanda maupun
gejala peritonitis. Rongga ini tidak termasuk dalam bagian yang diperiksa
sampelnya Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL).
II.
Etiologi
Menurut
(Hudak & gallo.2001) kecelakaan atau trauma yang terjadi pada
abdomen,umumnya banyak diakibatkan oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan
kendaraan bermotor, kecepatan,deselarasi yang tidak terkontrol merupakan
kekuatan yang menyebabkan trauma ketika tubuh klien terpukul setir mobil atau
benda tumpul lainnya.
Trauma
akibat benda tanjam umumnya disebabkan oleh luka tembak yang menyebabkan
kerusakan yang besar didalam abdomen. Selain luka tembak,trauma abdomen dapat
juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka tusuk sedikit menyebabkan
trauma pada organ internal di abdomen.
Traum
pada abdomen di sebabkan oleh 2 kekuatan kekuatan yang termasuk, yaitu :
1. Paksaan / benda tumpul
Merupakan trauma abdomen tanpa
penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka tumpul pada abdomen bisa di sebabkan oleh jatuh, kekerasan fisik atau
pukulan, kecelakan
kendaraan bermotor, cedera
akibat berolaraga , benturan,
ledakan, deselarasi, kompresi atau sabuk
pengaman. Lebih dari 5% di sebabkaan oleh kecelakaan lalu lintas.
2. Trauma tembus
Merupakan trauma abdomen dengan
penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka tembus pada abdomen di sebabkan oleh tusukan
benda tajam atau luka tembak.
III.
Patofisiologi
Jika truama
penetrasi atau non-penetrasi kemungkinan tejadi perdarahan intra abdomen yang
serius,pasien akan memperlihatkan tanda-tanda iritasi yang di sertai penurunan
hitung sel darah merah yang akhirnya gambaran klasik syok hemoragik bila suatu
organ viseral mengalami perforasi, maka tanda-tanda perforasi,tanda-tanda
iritasi peritoneum cepat tampak. Tanda-tanda dalam trauma abdomen tersebut
meliputi nyeri tekan, nyeri spontan,
nyeri lepas dan distensi abdomen tampa bising
usus bila telah terjadi perirotinits umum. Bila syok telah lanjut pasien
akan mengalami takikardi dan peningkatan suhu tubuh, juga terdapat
leukositosis. Biasanya tanada-tanda peritonitis mungkin belum tampak pada fase
awal perforasi kecil hanya tanda-tanda tidak khas yang muncul. Bila terdapat
kecurigaan bahwa masuk rongga abdomen,
maka operasi harus dilakukan( mansjoer,2001)
IV.
Manifestasi Klinis
Kasus trauma
abdomen ini bisa menimbulkan manifestasi klinis meliputi : nyeri tekanan diatas
daerah abdomen, distensi abdomen, demam, anorexia, mual dan muntah, takikardi,
peningkatan suhu tubuh, dan nyeri spontan (NANDA NIC-NOC, 2015).
Pada trauma
non-penetrasi (tumpul) biasanya terdapat adanya :
·
Jejas atau ruktur dibagian dalam abdomen
·
Terjadi perdarahan intra abdominal
·
Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga fungsi
usus tidak normal dan biasanya akan mengakibatkan peritonitis dengan gejala
mual, muntah, dan BAB hitam (melena)
·
Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam setelah trauma
·
Cedera serius dapat terjadi walaupun tak terlihat tanda kontusio pada
dinding abdomen
Pada trauma penetrasi (tajam) biasanya terdapat :
·
Terdapat luka robekan pada abdomen
·
Luka tusuk sampai menembus abdomen
·
Penanganan yang kurang tepat biasanya memperbanyak perdarahan/memperparah
keadaan
·
Biasanya organ yang terkena penetrasi bisa keluar dari dalam abdomen
V.
Komplikasi
VI.
Pemeriksaan Diagnostik
a)
Pemeriksaan Rontgen
Pemeriksaan
rontgen servikal lateral, toraks anteroposterior (AP), dan pelvis.
b)
Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)
Diagnostik
peritoneal lavage merupakan tes cepat dan akurat yang digunakan untuk
mengidentifikasi cedera intra-abdomen setelah trauma tumpul pada pasien
hipotensi atau tidak responsif tanpa indikasi yang jelas untuk eksplorasi
abdomen. Pemeriksaan ini harus dilakukan oleh tim bedah yang merawat penderita
dengan hemodinamik abnormal dan menderita multitrauma.
c)
Ultrasound Diagnostik (USG).
USG digunakan
untuk evaluasi pasien dengan trauma tumpul abdomen. Tujuan evaluasi USG untuk
mencari cairan intraperitoneal bebas.
d)
Computed Tomography Abdomen (CT Scan Abdomen)
CT adalah metode
yang paling erring digunakan untuk mengevaluasi pasien dengan trauma abdomen
tumpul yang stabil (NANDA NIC-NOC, 2015)
VII.
Penatalaksanaan
Menurut (Chatherino, 2003) penatalaksanaan
kegawatdaruratan Trauma Abdomen adalah :
·
Pasien
yang tidak stabil atau pasien dengan tanda-tanda jelas yang menunjukkan trauma
intraabominal (pemeriksaan peritoneal, injuri diafragma, abdominal free air, evisceration) harus segera
dilakukan pembedahan
·
Trauma
tumpul harus diobservasi dan dimanajemen secara non-operative berdasarkan
status klinis dan derajat luka yang terihat di CT
·
Pemberian
obat analgetik sesuai indikasi
·
Pemberian
O2 sesuai indikasi
·
Lakukan
intubasi untuk pemasangan ETT jika diperlukan
VIII. Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian Primer
a. Airway
1) Jalan nafas bersih terdapat penumpukan secret
2) Terdengar ada tidaknya bunyi nafas (Ronchi,
Wheziing)
3) Lidah tidak jatuh kebelakang
b. Breathing
1) Peningkatan frekuensi pernafasan (N : 16-22 x/menit)
2) Menggunakan otot-otot pernapasan (abdomen,
thoraks)
3) Irama nafas (teratur,
dangkal, dalam)
4) Distress pernapasan (pernapasan cuping hidung, takipneu,
retraksi)
5) Suara nafas (vesikuler,
bronchial, bronkovesikuler)
6) Terapioksigen: Nasal canul, NRM (Non Rebreathing
Mask), RM (Rebreathing Mask), inhalasi Nebulizer
7) SpO2: 95%
c. Circulation
1) Nadi karotis dan nadi perifer teraba (kuat, lambat)
2) Penurunan curah jantung (gelisah,
letargi, takikardia)
3) Capillary refill kembali dalam 3 detik
4) Akral (dingin, hangat)
5) Tidak sianosis
6) Kesadaran somnolen
7) Tanda-tanda vital: TD (Tekanan Darah) : 110/70 –
120/80 mmHg N (Nadi) :
60-100 x/menit RR (Respiratory Rate) : 16-22 x/menit S (Suhu) : 36,5-37,5
derajat C
d. Disability
Kesadaran compos mentis dengan GCS
= E4, V5, M6 = 15
e. Exposure
1) Integritas kulit baik
2) Ada/tidak luka bekas post operasi laparatomi
3) Capillary refill kembali dalam 3 detik.
2.
Pengkajian Sekunder
a.
AMPLE
1) Alergi
Klien tidak mempunyai alergi terhadap obat-obatan, makanan,
minuman dan lingkungan.
2) Medikasi
.Sebelum di bawa ke RS (Rumah Sakit), klien tidak mengkonsumsi obat-obatan apapun dari dokter maupun apotik.
3) Past ilness
Sebelum di bawa ke RS, klien tidak mengalami sakit.
4) Last meal
Makanan dan cairan
5) Environment
Klien tinggal di rumah bersama siapa (sendiri, bapak/istri, anak,
orang tua) di lingkungan
padat penduduk, tempat tinggal cukup dengan ventilasi, lantai sudah di keramik,
pencahayaan cukup,
terdapat saluran untuk limbah rumah tangga (selokan).
b.
Pemeriksaan Head to Toe
1) Keadaan Rambut dan Higiene Kepala
Rambut hitam, coklat, pirang,
warna perak,
berbau. Pada kulit kepala bisa ditemui lesi seperti vesicular,
pustule, crusta karena
varicella, dermatitis. Ada/tidak
hematoma maupun jejas.
2) Pupil dan Refleks Cahaya
Isokor/anisokor ukuran 3mm/3mm,
simetris kanan-kiri,
sklera ikterik
anikterik, konjungtiva anemis atau aninemis, reaksi terhadap cahaya baik/tidak, menggunakan alat bantu penglihatan atau tidak.
3) Hidung
Bentuk simetris, ada/tidak polip maupun sekret, peradangan mucosa.
4) Telinga
Simetris kanan-kiri, ada/tidak penumpukan serumen, ada/tidak menggunakan alat bantu pendengaran.
5) Mulut
Ada/tidak perdarahan pada gusi, periksa adanya radang mukosa (stomatitis), ada/tidak sariawan, tonsil
diperiksa apakah meradang atau tidak.
6) Leher
Kelenjar tyroid diperiksa apakah terjadi pembesaran kelenjar tyroid, ada/tidak peningkatan JVP (Jugularis Vena Pressure).
7) Pernafasan (paru)
I: Bentuk thorax
normal/tidak, pengembangan dada simetris antara kanan- kiri, normal
pernafasan : 16-22 x/menit, amati
suara batuk yang terdengar
P : Sonor/pekak
P : Fremitus vokal sama antara kanan- kiri.
A: Suara nafas
(vesikuler/broncho-vesicular, bronchial), suara tambahan (rales,
ronchi, wheezing, dan pleural friction-rub)
8) Sirkulasi (jantung)
I :
Ictus cordis tampak/tidak
P : Ictus cordis teraba kuat/pelan di mid
klavikula intercosta
V sinistra, ada/tidaknya
thill
P : Pekak/sonor
A : Bunyi jantung (S1- S2)
reguler, ada/tidak suara jantung tambahan.
9) Neurologi
Kaji skala nyeri PQRST (P: Provoke, Palliates, Precipitation;
Q: quality; R: radiance; S: severity; T: time.
10) Abdomen
I : abdomen
membusung/membuncit atau datar, tepi perut (flank)
menonjolatau tidak,
umbilicus menonjol atau tidak. Amati
bayangan/gambaran bendungan pembuluh darah vena di kulit
abdomen, tampak benjolan massa atau tidak. Adanya distensi pada abdomen
(kemungkinan ada pneumo pertonium, dilatasi
gastric atau ileus akibat
iritasi
peritoneal). Pergerakan pernapasan abdomen
(kemungkinan ada
peritonitis).
A : Peristaltikusus 5-35
kali permenit
P : Ada nyeri tekan atau tidak, hepar dan lien teraba atau tidak
P : Tympani/hipertympani, massa padat atau cairan menimbulkan suara pekak.
11) Genitoririnaria
a. Pria
Kulit sekitar kalamin mengalami infeksi/jamur/kutu,
teraba testis kiri/kanan,
b. Wanita
Amati vula secara keseluruhan adakah prolapsus uteri,
benjolan kelenjar Bartholin
12) Kulit
Turgor kulit elastis, kembali kurang dari 3 detik, tidak ada lesi, tidak ada kelainan pada kulit.
13) Ekstremitas
Pemeriksaan edema/tidak edema,
rentak gerak,
uji kekuatan otot, reflek-reflek fisiologik, reflex
patologik babinski
3.
Masalah yang sering muncul :
1) Kerusakan integritas jaringan
2) Risiko infeksi
3) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
4.
Diagnosa Keperawatan
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d
penurunan cardiac output
Ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d suplai O2
ke otak menurun
Kelebihan volume cairan b.d gangguan mekanisme
regulasi
Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif
Ketidakefektifan pola napas b.d hiperventilasi
Nyeri
akut b.d
NO
DX
|
NOC
|
NIC
|
RASIONAL
|
1
|
|
|
|
2
|
|
|
|
3
|
|
|
|
4
|
|
|
|
5
|
|
|
|
6
|
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x3 jam
diharapkan nyeri berkurang dengan kriteria hasil:
Ø Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri,
mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari
bantuan)
Ø Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan
menggunakan manajemen nyeri
Ø Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas,
frekuensi dan tanda nyeri)
Ø Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
|
|
|
DAFTAR PUSTAKA
Chatherino.
Jeffrev M. 2003. Emergency Medicine
Handbook. USA: Lipipincott Wiliams
Hudak, C.M & Gallo. 2001. Keperawatan
Kritis : Pendekatan Holistik Vol 1. Jakarta : EGC
Mansjoer Arif dkk. 2001. Kapita
Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta
: Media Aesculaplus
ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA ABDOMEN
ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA ABDOMEN
ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA ABDOMEN
ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA ABDOMEN
ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA ABDOMEN
ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA ABDOMEN
ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA ABDOMEN
ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA ABDOMEN
ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA ABDOMEN
ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA ABDOMEN
ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA ABDOMEN
ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA ABDOMEN
ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA ABDOMEN
ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA ABDOMEN
ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA ABDOMEN
ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA ABDOMEN
ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA ABDOMEN
ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA ABDOMEN