Kamis, 12 April 2018

Kitab Suci Itu Fiksi atau Non Fiksi.?

Kitab Suci Itu Fiksi atau Non Fiksi.?

Kitab Suci Itu Fiksi atau Non Fiksi.?

Seseorang yang mengeluarkan Opini acap kali harus berurusan dengan Polisi, begitu kan.?

Terkhusus dengan sebuah Opini yang menimbulkan gesekan antar umat beragama atau yang berkaitan dengan unsur Theologis tertentu. Misalnya, ada beberapa kasus yang langsung di laporkan dengan pasal penistaan terhadap agama, dan itu terjadi berulang-ulang.

Negara Indonesia adalah Negara Hukum berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, yang pastinya jauh berbeda jika harus dikaitkan dengan sistem Liberalisme Inggris. Jadi wajar jika kultur di Indonesia tidak sebebas di Inggris.

Inggris sendiri adalah Negara yang bisa dikatakan baru saja bebas dari kekangan doktrin Agama di abad pertengahan. Dan ini adalah salah satu sejarah paling mematikan yang pernah tercatat dalam Sejarah Eropa. Peristiwa sejarah tersebut dikenal dengan ‘Death By Burning’, hukuman mati bagi mereka yang bertentangan dengan gereja. Hukuman mati dengan cara disalib dan dibakar hidup hidup adalah tontonan biasa di Negeri tersebut kala itu.

salah satu tokoh yang bisa dianggap terkekang dengan doktrin agama adalah Galileo. Pada masa itu dia bisa membuktikan bahwa ucapan Copernicus jika bumi mengelilingi matahari. Dan pastinya pada saat itu juga Gereja meminta dirinya untuk mencabut teorinya tersebut, hingga waktu membuktikan bahwa teori Galileo tersebut bisa dibuktikan dan doktri gereja masih bisa salah. Pada masa itu peradaban opini belum bebas dan jika bertentangan dengan doktrin gereja adalah dosa besar.

Selepas ratusan tahun kemudian, semuanya pun berubah. Teori yang dulu dikeluarkan bisa menyebabkan kematian, dan bisa dikeluarkan dengan tenang di media masa. Semua orang diperbolehkan beropini. Media masa disana sudah biasa mengatakan jika ‘Bibel adalah fiksi’. Mungkin jika di Indonesia sebebas Inggris, maka ucapan Rocky Gerung tentang ‘Kitab Suci itu Fiksi’, atau ucapan Sukmawati tentang ‘Konde lebih Indah dari Pada Cadar’ dan ‘Kidung Ibu lebih Indah dari Adzan’, itu tidak akan pernah dipermasalahkan, toh itu hanya Opini, tidak perlu semua setuju.

Begitulah kira-kira jika Indonesia menjadi Negara berdemokrasi liberal.

Dalam menyikapi ‘Kitab Suci itu Fiksi’ Rocky Gerung, sudah banyak pendapat Pro dan Kontra. Namun, jika ditanyakan kepada Ahli Agama dan ahli bahasa sekalipun, jelas itu adalah salah, karena FIKSI dan Wahyu itu berbeda.

Pahamilah jika Fiksi, Faksi maupun non Fiksi hanya berlaku bagi Sastra. Karya manusia. Kecuali jika anda sudah mulai berpikir bahwa kandungan Al-Qur’an adalah imajinasi buatan manusia. Bukan lagi Firman dan Wahyu dari Tuhan.

Fiksi dan Fiktif itu memang berbeda, namun Fiksi dan Fiktif memiliki lawan kata yang sama, yaitu Real/Nyata/Ilmiah. Maka jika dikatakan “Kitab Suci itu Fiksi”, maka sama halnya dengan berkata, “Kitab suci itu tidak Real/Nyata/Ilmiah”.

Jika dipahami “Fiksi” itu mengandung sesuatu yang baik, maka “sebaik-baiknya Fiksi” tetaplah tidak Real/Nyata/Ilmiah. Dan tentunya itu jauh berbeda dengan kesucian kitab suci yang diyakini seseorang yang yakin dengan kitab sucinya. Kecuali jika memiliki kepercayaan bahwa kitab sucinya bukan lagi wahyu.

Jika kalimat Rocky Gerung dipahami ; “Kitab suci mengandung unsur fiksi, yakni narasi tentang Imajinasi di masa depan”, maka dapat disimpulkan bahwa kitab suci mengandung unsur yang mengatakan bahwa masa depan itu sastra/ hayalan, belum tentu terjadi. Dan jika kitab suci berunsur fiksi, apakah kisah para Nabi dan kaum yang Allah binasakan dalam Al-Qur’an bukan hasil Imajinasi.?. Jika dikatakan “Narasi tentang Imajinasi di Masa depan”, apakah Surga, Neraka, atau Alam selepas hidup itu adalah fiksi dan hayalan.?.

Menjauhi perdebatan kuno di sosial media, penulis ingin menyatakan bahwa di Jaman Rasulullah pun banyak orang yang mengatakan bahwa ‘Al-Qur’an itu Sastra’, jika hanya menilai dari unsur bahasa dan penulisan saja, pasti kita setujui pendapat Kafir Quraisy karena Al-Qur’an memang menggunakan bahasa paling Indah. Namun, apakah kita mau mengatakan ‘Al-Qur’an itu Sastra.?’. Begitu juga dengan ‘Kitab suci itu Fiksi’. Jangan hanya karena ada kalimat dalam Al-Qur;an yang belum terjadi dan pasti terjadi, lalu berani dikatakan ‘Kitab suci itu Fiksi’.

Intinya, semua orang pun bebas menyampaikan Opini dan tentu harus disertai dengan Argumentasi. Saat berbeda pendapat, tidak lantas mencaci maki dan saling menyalahkan terlalu berlebihan.  Saya sangat menyayangkan jika beberapa Ekspresi Pemikiran baik dalam Seni Sastra maupun Seni Berpikir (Filsafat) harus berakhir di pelaporan. Apalagi hanya karena berbeda pandangan soal politik dan beda partai, lalu dibela hanya karena sependapat tentang pandangan politiknya saja.

Bebas saja. Itu kembali kepada diri kita masing-masing. Berpikir dan berdemokrasilah dengan sehat. Adil lah dalam berpikir. Karena kepentingan kita sama, yaitu sama-sama ingin memperbaiki peradaban.

Sedikit dari kata-kata hikmah Gusdur ; “yang sama jangan dibeda-bedakan, dan yang sudah beda tak perlu dipaksakan harus tetap sama.”.



Ingat.! Kita harus perhatikan bahwa siapa yang berbicara.? Apa Keilmuannya.? Apa kitabnya.?. Rocky Gerung itu seorang non muslim (Kristen/katholik), yang dibaca pastinya adalah Bibel. Maka disimpulkan jika Rocky Gerung mengatakan 'Kitab Suci itu Fiksi' adalah untuk kitab sucinya sendiri. Karena jika dia mengaitkan dengan Al-Qur'an, maka ini tidak mungkin.

Fiksi, Faksi maupun non Fiksi hanya berlaku bagi Sastra. Karya manusia. Kecuali jika anda sudah mulai berpikir bahwa kandungan Al-Qur’an adalah imajinasi buatan manusia. Bukan lagi Firman dan Wahyu dari Tuhan.

Artikel Sebelumnya :

Source : Antontasik.com